PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA
DAN KARAKTER BANGSA
KATA PENGANTAR
Program Kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu
II menargetkan berbagai penyempurnaan program pendidikan antara lain pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dan Metode Belajar Aktif. Kebijakan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dicanangkan berdasarkan masukan dari
masyarakat, pengembangan telah dilakukan bersama oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) dan beberapa Unit Utama di lingkungan Kemendiknas
serta kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Upaya yang telah
dilakukan masyarakat dan lembaga terkait berupa pemikiran tentang pendidikan
nilai, moral, dan karakter bangsa telah dikembangkan dan dilaksanakan dalam
skala yang ’manageable’ sesuai dengan
kemampuan lembaga terkait dan dukungan kebijakan pemerintah. Pada saat
sekarang, kebijakan pemerintah merupakan bukan saja dukungan tetapi juga unsur
yang berperan aktif dalam pengembangan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan kajian terhadap masukan dari
masyarakat baik melalui media massa, seminar, sarasehan, kajian literatur,
maupun upaya langsung dalam melaksanakan pendidikan nilai, moral, budaya, dan
karakter, Balitbang menyusun naskah Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Pikiran tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang tercantum dalam
naskah yang ada di hadapan para pendidik dan peminat pendidikan ini merupakan
pikiran yang bersifat praktis dan dapat dilaksanakan dalam suasana pendidikan
yang ada di sekolah pada saat sekarang. Meskipun demikian, pelaksanaan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa memerlukan berbagai perubahan dalam
pelaksanaan proses pendidikan yang terjadi di sekolah pada saat sekarang.
Perubahan yang diperlukan tidak mengubah kurikulum yang berlaku tetapi
menghendaki sikap baru dan keterampilan baru dari para guru, kepala sekolah dan
konselor sekolah. Sikap dan keterampilan baru tersebut merupakan persyaratan
yang harus dipenuhi (conditio sine qua
non) untuk keberhasilan implementasi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Perubahan sikap dan penguasaan keterampilan yang dipersyaratkan tersebut hanya
dapat dikembangkan melalui pendidikan dalam jabatan yang terfokus,
berkelanjutan, dan sistemik.
Karakter sebagai suatu ’moral excellence’ atau akhlak dibangun di atas berbagai kebajikan
(virtues) yang pada gilirannya hanya
memiliki makna ketika dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya
(bangsa). Karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara
bangsa Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu
kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa diarahkan pada upaya
mengembangkan nilai-nilai yang mendasari suatu kebajikan sehingga menjadi suatu
kepribadian diri warga negara.
Berbeda dari materi ajar yang bersifat ’mastery’, sebagaimana halnya suatu ’performance content’ suatu kompetensi,
materi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa bersifat ’developmental’. Perbedaan hakekat kedua kelompok materi tersebut
menghendaki perbedaan perlakukan dalam proses pendidikan. Materi pendidikan
yang bersifat ’developmental’
menghendaki proses pendidikan yang cukup panjang dan bersifat saling menguat (reinforce) antara kegiatan belajar
dengan kegiatan belajar lainnya, antara proses belajar di kelas dengan kegiatan
kurikuler di sekolah dan di luar sekolah.
Disamping persamaan dalam kelompok, materi
belajar ranah pengetahuan (cognitive)
yang dalam satu kelompok ’developmental’
dengan nilai, antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar dalam
perencanaan pada dokumen kurikulum (KTSP), silabus, RPP, dan proses belajar.
Materi belajar ranah pengetahuan/kognitif dapat dijadikan pokok bahasan
sedangkan materi nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa tidak dapat
dijadikan pokok bahasan karena mengandung resiko akan menjadi materi yang
bersifat kognitif. Oleh karena itu, dalam pengembangan materi Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa sikap menyukai, ingin memiliki, dan mau menjadikan
nilai-nilai tersebut sebagai dasar bagi tindakan dalam perilaku kehidupan
peserta didik sehari-hari merupakan persyaratan awal yang mutlak untuk
keberhasilan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Proses pembelajaran Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa dilaksanakan melalui proses belajar aktif. Sesuai dengan
prinsip pengembangan nilai harus dilakukan secara aktif oleh peserta didik
(dirinya subyek yang akan menerima, menjadikan nilai sebagai miliknya dan
menjadikan nilai-nilai yang sudah dipelajarinya sebagai dasar dalam setiap
tindakan) maka posisi peserta didik sebagai subyek yang aktif dalam belajar
adalah prinsip utama belajar aktif. Oleh karena itu, keduanya saling
memerlukan.
Selain sebagai pedoman untuk pelaksanaan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa, naskah ini dilengkapi juga dengan indikator sekolah
dan indikator kelas yang dianggap kondusif dalam penerapan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa. Kepada guru, kepala sekolah, konselor sekolah, dan
pengawas dapat menggunakan indikator tersebut sebagai pedoman dalam
mengembangkan dan menilai budaya sekolah yang kondusif untuk Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa.
Semoga naskah ini dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh guru, kepala sekolah, konselor sekolah, pengawas, dan pihak
lain yang terkait.
Selain itu,
tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi baik berupa pikiran, kemampuan maupun tenaga sehingga
pikiran-pikiran awal menjadi suatu konsep nyata dalam bentuk naskah ini.
Jakarta, Januari 2010
Kepala Balitbang
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi
sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai
berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,
wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa,
para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat
sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai
forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan
seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn
politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di
media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif
penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya
pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk
mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang
dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang
bersifat preventif karena pendidikan
membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang
bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi
muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari
pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi
memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.
Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education).
Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian
yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan
kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat,
ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di
berbagai media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan
masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika
dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara
imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam
Tujuan Pendidikan Nasional.
Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan
karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai
direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit
Kementrian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan
berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh.
Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan
karakter bangsa, akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai
pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan
pemerintah, paling tidak untuk masa 5 (lima) tahun mendatang. Pedoman sekolah
ini adalah rancangan operasionalisasi kebijakan pemerintah dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
B. Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan
di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan
nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan
budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya,
karakter bangsa, dan pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini
dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini.
Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain,
yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait,
tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai
istilah-istilah tersebut secara akademik.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan
sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai,
moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan
sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan
keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial,
sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan
sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan
sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai,
moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia
terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial,
sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan
merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga
mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan
masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk
kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah
nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan
hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan
karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui
pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup
dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu
seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang
berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat
dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik
dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial
dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa
haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya
dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri
peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga
suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan
itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat
dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan
karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan
karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di
masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara
aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam
bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,
serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan
pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan
keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui
perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran
yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter
bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara
bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
C.
Landasan Pedagogis
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari
lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena
peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah
budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan
peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka
mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang
“asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih
mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang,
dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang
ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal
yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya
terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak
mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia
sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima
budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu
terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat
pula kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik
kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi
norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang
memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah
sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan
fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang
mengatur pendidikan nasional (UUD 1945
dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan
keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adalah suatu
proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai
dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu
merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh
bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai
budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang,
serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter
itu menghendaki suatu proses yang
berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum
(kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa
Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni,
serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran
akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya
dapat terbangun dengan baik melalui sejarah
yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai
siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di
masa kini. Selain itu, pendidikan
harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan,
dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup
(geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang
berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan,
dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan
cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya,
perlu ada upaya terobosan kurikulum
berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan
karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter
yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak
nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan
nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.
Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh
karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia ,
agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
D. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1. pengembangan: pengembangan potensi peserta
didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
2. perbaikan: memperkuat kiprah
pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta
didik yang lebih bermartabat; dan
3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa
sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang bermartabat.
E.
Tujuan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta
didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa;
2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik
yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius;
3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
F. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber
berikut ini.
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada
nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka
nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat
pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang
terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,
yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai
budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian
penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan
kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh
berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan
nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang
paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu,
teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa
sebagai berikut ini.
Tabel 1. Nilai dan
Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Kaarakter Bangsa
NILAI
|
DESKRIPSI
|
1. Religius
|
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2. Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
|
3. Toleransi
|
Sikap dan
tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
|
4. Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5. Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6. Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
|
7. Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8. Demokratis
|
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9. Rasa Ingin Tahu
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10. Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
|
11. Cinta Tanah Air
|
Cara
berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
|
12. Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
|
13.
Bersahabat/
Komuniktif
|
Tindakan yang memperlihatkan
rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
14. Cinta Damai
|
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
|
15. Gemar Membaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
16. Peduli Lingkungan
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
|
17. Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
18. Tanggung-jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
BAB II
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
MELALUI INTEGRASI MATA PELAJARAN, PENGEMBANGAN DIRI,
DAN BUDAYA SEKOLAH
A. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak
dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah
perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta
didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai
milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir,
bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan
mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
1.
Berkelanjutan;
mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta
didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses
tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling
tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter
bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2.
Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran,
dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini
memperlihatkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:
Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
digambarkan sebagai berikut ini.
3. Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya,
nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya
ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam
mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan
jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus
untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu
aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun
demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang
sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam
posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri
handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses
pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan
tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian
nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal
ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada
peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar
yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber
informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang
sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil
rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
B. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
1.
Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari
sekolah yaitu melalui hal-hal
berikut.
a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan
kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap
saat. Contoh kegiatan ini
adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama
atau shalat bersama setiap dhuhur
(bagi yang beragama Islam),
berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga
kependidikan, atau teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu
kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini
dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada
saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang
baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta
didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang
sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain,
berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk
perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu
dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh
prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi
perilaku teman yang tidak terpuji.
a. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan
tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan
tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan
contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada
waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap
peserta didik, jujur, menjaga kebersiha
b. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan
pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai
pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat
belajar ditempatkan teratur
2.
Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa
diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara
berikut ini:
a. mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator
untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta
didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan
melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai;
dan
f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik
yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
3.
Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas,
umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler,
kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun
interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik
berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai
administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok
terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di
suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras,
disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang
dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika
berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
A. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta
didik secara aktif dan berpusat
pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran
atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar
mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh
karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan
nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian,
untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi,
disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca
dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan
beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu,
dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki
kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti
seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah,
dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun
pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang
dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang
dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran
seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya
dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas,
pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran
foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba
membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang
berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber
untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya
dan karakter bangsa.
3. Luar
sekolah, melalui kegiatan
ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian
peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan
rasa cinta terhadap tanah air,
menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk
menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa
musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu
membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).
B. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya
dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur
di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya
perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan”
maka guru mengamati (melalui berbagai
cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan
dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi
dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan
yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak
berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang
bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus,
setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record
(catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan
nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat
pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang
dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya
terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau
hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat
mengundang konflik pada dirinya.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal,
tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan
tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan
itu dapat dinyatakan dalam pernyataan
kualitatif sebagai berikut ini.
BT : Belum Terlihat (apabila peserta
didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam
indikator).
MT : Mulai Terlihat (apabila peserta
didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang
dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB : Mulai Berkembang (apabila
peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan
dalam indikator dan mulai konsisten).
MK : Membudaya (apabila peserta didik terus
menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
C. Indikator Sekolah dan Kelas
Ada 2 (dua) jenis indikator yang
dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama,
indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua,
indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan
kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku
afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta
didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika
seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan
peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan
pertanyaan guru, serta tulisan peserta
didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.
Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya,
perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke jenjang
kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang
sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus
dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kompleks. Misalkan,”membagi
makanan kepada teman” sebagai indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas
1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi
buku, dan sebagainya.
Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku
untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.
Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah
melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka
ditetapkan indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.
INDIKATOR KEBERHASILAN
SEKOLAH DAN KELAS DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
NILAI
Deskripsi
INDIKATOR SEKOLAH
INDIKATOR KELAS
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
§ Merayakan hari-hari
besar keagamaan.
§ Memiliki fasilitas yang
dapat digunakan untuk beribadah.
§ Memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
§ Berdoa sebelum dan
sesudah pelajaran.
§ Memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
§ Menyediakan fasilitas
tempat temuan barang hilang.
§ Tranparansi laporan
keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
§ Menyediakan kantin
kejujuran.
§ Menyediakan kotak saran
dan pengaduan.
§ Larangan membawa
fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
§ Menyediakan fasilitas
tempat temuan barang hilang.
§ Tempat pengumuman
barang temuan atau hilang.
§ Tranparansi laporan
keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
§ Larangan menyontek.
3. Toleransi
Sikap dan
tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
§ Menghargai dan
memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan
kemampuan khas.
§ Memberikan perlakuan
yang sama terhadap stakeholder
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
§ Memberikan pelayanan
yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama,
ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
§ Memberikan pelayanan
terhadap anak berkebutuhan khusus.
§ Bekerja dalam kelompok
yang berbeda.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
§ Memiliki catatan
kehadiran.
§ Memberikan penghargaan
kepada warga sekolah yang disiplin.
§ Memiliki tata tertib
sekolah.
§ Membiasakan warga
sekolah untuk berdisiplin.
§ Menegakkan aturan dengan
memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.
§ Menyediakan peralatan praktik
sesuai program studi keahlian (SMK).
§ Membiasakan hadir tepat
waktu.
§ Membiasakan mematuhi
aturan.
§ Menggunakan pakaian praktik
sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
§ Penyimpanan dan pengeluaran
alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
§ Menciptakan suasana
kompetisi yang sehat.
§ Menciptakan suasana
sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
§ Memiliki pajangan tentang
slogan atau motto tentang kerja.
§ Menciptakan suasana
kompetisi yang sehat.
§ Menciptakan kondisi
etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
§ Mencipatakan suasana
belajar yang memacu daya tahan kerja.
§ Memiliki pajangan tentang
slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
§ Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya
pikir dan bertindak kreatif.
§ Pemberian tugas yang menantang munculnya
karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
7. Mandiri
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
Menciptakan suasana kelas yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
8. Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
§ Melibatkan warga
sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
§ Menciptakan
suasana sekolah yang menerima
perbedaan.
§ Pemilihan kepengurusan
OSIS secara terbuka.
§ Mengambil keputusan
kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
§ Pemilihan kepengurusan kelas
secara terbuka.
§ Seluruh produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
§ Mengimplementasikan
model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat, dan didengar.
§ Menyediakan media komunikasi
atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi
warga sekolah.
§ Memfasilitasi warga sekolah
untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
budaya.
§ Menciptakan suasana kelas yang
mengundang rasa ingin tahu.
§ Eksplorasi lingkungan
secara terprogram.
§ Tersedia media
komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
10. Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
§ Melakukan upacara rutin
sekolah.
§ Melakukan upacara
hari-hari besar nasional.
§ Menyelenggarakan
peringatan hari kepahlawanan nasional.
§ Memiliki program
melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
§ Mengikuti lomba
pada hari besar nasional.
§ Bekerja sama dengan
teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
§ Mendiskusikan hari-hari
besar nasional.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
§ Menggunakan produk
buatan dalam negeri.
§ Menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
§ Menyediakan
informasi (dari sumber cetak,
elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
§ Memajangkan: foto presiden
dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar
kehidupan masyarakat Indonesia.
§ Menggunakan produk
buatan dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui, dan menghormati
keberhasilan orang lain.
§ Memberikan penghargaan
atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
§ Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi.
§ Memberikan penghargaan
atas hasil karya peserta didik.
§ Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi.
§ Menciptakan suasana
pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
13. Bersahabat/
Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
§ Suasana sekolah yang memudahkan
terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
§ Berkomunikasi dengan bahasa
yang santun.
§ Saling menghargai dan menjaga
kehormatan.
§ Pergaulan dengan cinta kasih
dan rela berkorban.
§ Pengaturan kelas yang
memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
§ Pembelajaran yang
dialogis.
§ Guru mendengarkan
keluhan-keluhan peserta didik.
§ Dalam berkomunikasi, guru tidak
menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya
§ Menciptakan suasana
sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang anti kekerasan.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang tidak bias gender.
§ Perilaku seluruh warga
sekolah yang penuh kasih sayang.
§ Menciptakan suasana
kelas yang damai.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang anti kekerasan.
§ Pembelajaran yang tidak
bias gender.
§ Kekerabatan di kelas
yang penuh kasih sayang.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
§ Program wajib baca.
§ Frekuensi kunjungan
perpustakaan.
§ Menyediakan fasilitas
dan suasana menyenangkan untuk membaca.
§ Daftar buku atau tulisan
yang dibaca peserta didik.
§ Frekuensi kunjungan
perpustakaan.
§ Saling tukar bacaan.
§ Pembelajaran yang memotivasi
anak menggunakan referensi,
16. Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
§ Pembiasaan memelihara
kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
§ Tersedia tempat
pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
§ Menyediakan kamar mandi dan air
bersih.
§ Pembiasaan hemat energi.
§ Membuat biopori di area sekolah.
§ Membangun saluran pembuangan
air limbah dengan baik.
§ Melakukan pembiasaan memisahkan
jenis sampah organik dan anorganik.
§ Penugasan pembuatan kompos dari
sampah organik.
§ Penanganan limbah hasil praktik
(SMK).
§ Menyediakan peralatan
kebersihan.
§ Membuat tandon penyimpanan air.
§ Memrogramkan cinta bersih
lingkungan.
§ Memelihara lingkungan kelas.
§ Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
§ Pembiasaan hemat energi.
§ Memasang stiker perintah
mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai
digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
§ Memfasilitasi kegiatan
bersifat sosial.
§ Melakukan aksi sosial.
§ Menyediakan fasilitas untuk
menyumbang.
§ Berempati kepada sesama
teman kelas.
§ Melakukan aksi sosial.
§ Membangun kerukunan warga kelas.
18. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
§ Membuat laporan setiap
kegiatan yang dilakukan dalam bentuk
lisan maupun tertulis.
§ Melakukan tugas tanpa disuruh.
§ Menunjukkan prakarsa untuk
mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
§ Menghindarkan kecurangan dalam
pelaksanaan tugas.
· Pelaksanaan tugas piket secara
teratur.
· Peran serta aktif dalam
kegiatan sekolah.
· Mengajukan usul pemecahan
masalah.
NILAI
|
Deskripsi
|
INDIKATOR SEKOLAH
|
INDIKATOR KELAS
|
1. Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
|
§ Merayakan hari-hari
besar keagamaan.
|
§ Berdoa sebelum dan
sesudah pelajaran.
|
2. Jujur |
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
|
§ Menyediakan fasilitas
tempat temuan barang hilang.
|
§ Menyediakan fasilitas
tempat temuan barang hilang.
|
3. Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya |
§ Menghargai dan
memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan
kemampuan khas.
|
§ Memberikan pelayanan
yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama,
ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
|
4. Disiplin |
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
|
§ Memiliki catatan
kehadiran.
|
§ Membiasakan hadir tepat
waktu.
|
5. Kerja Keras |
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. |
§ Menciptakan suasana
kompetisi yang sehat.
|
§ Menciptakan suasana
kompetisi yang sehat.
|
6. Kreatif |
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
|
§ Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya
pikir dan bertindak kreatif.
|
7. Mandiri |
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
|
Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri. |
8. Demokratis
|
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
§ Melibatkan warga
sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
§ Menciptakan
suasana sekolah yang menerima
perbedaan.
§ Pemilihan kepengurusan
OSIS secara terbuka.
|
§ Mengambil keputusan
kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
§ Pemilihan kepengurusan kelas
secara terbuka.
§ Seluruh produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
§ Mengimplementasikan
model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
|
9. Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat, dan didengar.
|
§ Menyediakan media komunikasi
atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi
warga sekolah.
§ Memfasilitasi warga sekolah
untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
budaya.
|
§ Menciptakan suasana kelas yang
mengundang rasa ingin tahu.
§ Eksplorasi lingkungan
secara terprogram.
§ Tersedia media
komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
|
10. Semangat
Kebangsaan
|
Cara berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
|
§ Melakukan upacara rutin
sekolah.
§ Melakukan upacara
hari-hari besar nasional.
§ Menyelenggarakan
peringatan hari kepahlawanan nasional.
§ Memiliki program
melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
§ Mengikuti lomba
pada hari besar nasional.
|
§ Bekerja sama dengan
teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
§ Mendiskusikan hari-hari
besar nasional.
|
11. Cinta Tanah Air
|
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
|
§ Menggunakan produk
buatan dalam negeri.
§ Menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
§ Menyediakan
informasi (dari sumber cetak,
elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
|
§ Memajangkan: foto presiden
dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar
kehidupan masyarakat Indonesia.
§ Menggunakan produk
buatan dalam negeri.
|
12. Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui, dan menghormati
keberhasilan orang lain.
|
§ Memberikan penghargaan
atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
§ Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi.
|
§ Memberikan penghargaan
atas hasil karya peserta didik.
§ Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi.
§ Menciptakan suasana
pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
|
13. Bersahabat/
Komuniktif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
§ Suasana sekolah yang memudahkan
terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
§ Berkomunikasi dengan bahasa
yang santun.
§ Saling menghargai dan menjaga
kehormatan.
§ Pergaulan dengan cinta kasih
dan rela berkorban.
|
§ Pengaturan kelas yang
memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
§ Pembelajaran yang
dialogis.
§ Guru mendengarkan
keluhan-keluhan peserta didik.
§ Dalam berkomunikasi, guru tidak
menjaga jarak dengan peserta didik.
|
14. Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya
|
§ Menciptakan suasana
sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang anti kekerasan.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang tidak bias gender.
§ Perilaku seluruh warga
sekolah yang penuh kasih sayang.
|
§ Menciptakan suasana
kelas yang damai.
§ Membiasakan perilaku
warga sekolah yang anti kekerasan.
§ Pembelajaran yang tidak
bias gender.
§ Kekerabatan di kelas
yang penuh kasih sayang.
|
15. Gemar Membaca
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
§ Program wajib baca.
§ Frekuensi kunjungan
perpustakaan.
§ Menyediakan fasilitas
dan suasana menyenangkan untuk membaca.
|
§ Daftar buku atau tulisan
yang dibaca peserta didik.
§ Frekuensi kunjungan
perpustakaan.
§ Saling tukar bacaan.
§ Pembelajaran yang memotivasi
anak menggunakan referensi,
|
16. Peduli
Lingkungan
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
|
§ Pembiasaan memelihara
kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
§ Tersedia tempat
pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
§ Menyediakan kamar mandi dan air
bersih.
§ Pembiasaan hemat energi.
§ Membuat biopori di area sekolah.
§ Membangun saluran pembuangan
air limbah dengan baik.
§ Melakukan pembiasaan memisahkan
jenis sampah organik dan anorganik.
§ Penugasan pembuatan kompos dari
sampah organik.
§ Penanganan limbah hasil praktik
(SMK).
§ Menyediakan peralatan
kebersihan.
§ Membuat tandon penyimpanan air.
§ Memrogramkan cinta bersih
lingkungan.
|
§ Memelihara lingkungan kelas.
§ Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
§ Pembiasaan hemat energi.
§ Memasang stiker perintah
mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai
digunakan (SMK).
|
17. Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
§ Memfasilitasi kegiatan
bersifat sosial.
§ Melakukan aksi sosial.
§ Menyediakan fasilitas untuk
menyumbang.
|
§ Berempati kepada sesama
teman kelas.
§ Melakukan aksi sosial.
§ Membangun kerukunan warga kelas.
|
18. Tanggung jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
§ Membuat laporan setiap
kegiatan yang dilakukan dalam bentuk
lisan maupun tertulis.
§ Melakukan tugas tanpa disuruh.
§ Menunjukkan prakarsa untuk
mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
§ Menghindarkan kecurangan dalam
pelaksanaan tugas.
|
· Pelaksanaan tugas piket secara
teratur.
· Peran serta aktif dalam
kegiatan sekolah.
· Mengajukan usul pemecahan
masalah.
|